RT.4 - Bulan Februari 2007, aku memutuskan memasuki rumah baru di Blok C7 No 5 RT.4 . Rumah bertipe 22 alias super sederhana. Saat serah terima kunci, rumahku masih ala kadarnya. Lantai dan diding rumah belum diplester. Batu batako masih telanjang. Tidak ada sumur bor.
Depan Rumah
Belakang rumah
Depan rumah kutanami kangkung
Hari-hari pertama tinggal di VMB2 cukup mengasyikkan. Kala itu, di belakang rumah masih sawah membentang. Ada kolam tempatku iseng mancing di hari libur. Bila malam hari, suara kodok dan jangkrik sangat meriah.
Pulang Kerja, Mancing
Bila hujan deras dan aku sudah pulang dari kerja, tak jarang aku segera ambil pancing. Saat air pesanggrahan naik, ikan juga ikut naik dan memasuki sawah. Kala itu ikan benter masih banyak. Lele juga cukup banyak. Pernah aku mendapat ikan mas besar.
Bergaya "Tuan Tanah"
Aku juga sering ngobrol dengan penggarap sawah, salah duanya adalah Engkong dan Pak Harlan. Dengan mereka lama-kelamaan menjadi seperti saudara. Aku dapat banyak cerita tentang bagaimana latar belakang Vila di tahun-tahun sebelum ramai seperti sekarang.
Konon, Villa di bagian bawah adalah berupa rawa. Tahun 1970, dibangun bendungan dan memisahkan kali pesanggrahan dengan lahan yang bisa diolah menjadi sawah. Di rawa-rawa tersebut, masih banyak ikan dan binatang buas. Salah satunya adalah buaya putih. Sampai dengan tahun 1990-an, kisah buaya putih di sekitar kali pesanggrahan masih sering terdengar. Namun entah kemana perginya, setelah pembangunan perumahan, tak pernah kelihatan lagi.
Di daerah Batu Gede menuju Vila, dulu dikenal tempat jin buang anak. Sangat sepi dan menyeramkan. Sehabis maghrib sudah tidak ada orang yang berani melewati sekitar Vila. Apalagi malam hari.
Namun, penggambaran Vila tersebut lenyap seiring pemekaran Jabotabek. Tak bisa dibendung, kekuatan pemodal menerkam kehidupan di sekitar Batu Gede. Lahan luas diborong korporasi. Pemilik tanah berubah menjadi penggarp tanah. Dulu menjadi tuan atas tanahnya sendiri, kini berubah menjadi bekerja pada tanah yang bukan miliknya sendiri. Dan saat tanah yang telah dijual dibangun perumahan, mereka mencoba bertahan dengan mengisi ruang-ruang kehidupan yang kian menghimpit. Bersyukur, Engkong masih mempunyai beberapa lahan garapan. Beruntung juga, beliau dapat mengurus lahan fasum RT 04/012, sambil malam hari ikut menjaga keamanan di area VMB2.
Menelusuri kehidupan Engkon ataupun Pak Harlan, rasanya sama saja dengan kisah kaum negeri yang "tergerus" pembangunan kota. Dulu menjadi "tuan" di tanah sendiri, namun terpinggirkan oleh gerak "akumulasi modal". Sungguh ajaib sistem kerja kapitalisme yang berhasil memporak-porandakan suatu sistem kehidupan sosial akonomi masyarakat agraris. Tidak di Batu Gede saja. Hampir semua daerah yang mengalami derasnya pembangunan akan dijumpai pola yang sama. Hingga kelak, keturunan Engkong dan Engkong yang lain hanya bisa bercerita bahwa dulu disini ada lahan pertanian, kakekku petani, dsb.
Cerita seputar masa lalu VMB2 sangatlah panjang... ini baru sebagian ... lain kali disambung lagi.
Wasalam
Ditulis Oleh :
Taat Ujianto , RT.4
0 komentar:
Posting Komentar
Demi menjaga persatuan dan kesatuan , dilarang memberikan komentar yang mengandung unsur sara, pornografi dan hal-hal lain yang bisa menyebabkan permusuhan. Jika ada yang melanggar maka komentarnya akan dihapus oleh admin. Terima kasih.